Kemah Studi & Pengabdian (KSP) FMIPA UKIT 2013 berlangsung selama seminggu (7-12 Mei 2013) dilaksanakan di Desa Wakan Kec.Amurang Barat Kab.Minahasa Selatan telah berakhir dengan sukses. Berbagai kegiatan mewarnai kegiatan tersebut antara lain: Bakti Sosial, Seminar Ilmiah, Pengobatan Gratis, serta diselingi kegiatan internal untuk mahasiswa seperti LKTL dan TOT. Hukum Tua Desa Wakan Bpk.Hengky Tambingon menyambut baik kegiatan tersebut, karena kegiatan yang dilaksanakan sangat menyentuh kehidupan masyarakat; dan berharap kegiatan serupa dapat kembali dilaksanakan di masa-masa mendatang. Sukses FMIPA UKIT YPTK.......,small is beautiful....!
||Sumber informasi ilmu Biologi, Ekologi dan Lingkungan serta problem aktual lingkungan dan pembangunan||
Rubrik
- ARTIKEL (3)
- ARTIKEL EKOLOGI PERAIRAN (5)
- BIOLOGI LINGKUNGAN (1)
- BUMI RUMAH KITA (3)
- DAMPAK LINGKUNGAN (4)
- DANAU TONDANO (4)
- EFEK RUMAH KACA (2)
- EKOSISTEM DANAU (4)
- EUTROFIKASI (3)
- GLOBAL WARMING (3)
- KEBIJAKAN LINGKUNGAN (3)
- KONDISI LINGKUNGAN (3)
- LAPORAN RISET (1)
- MASALAH LINGKUNGAN (4)
- OUR EARTH (2)
- REFLEKSI EKOLOGI (4)
- SPESIS (1)
- STRATEGI PELESTARIAN (2)
- TAKSONOMI (1)
- WARTA (6)
Rabu, 22 Mei 2013
Minggu, 05 Mei 2013
LULUSAN FMIPA UKIT (YPTK) TAHUN 2013
Awal April 2013 tepatnya tanggal 6 April lalu, FMIPA UKI Tomohon (YPTK) kembali meluluskan sekitar 42 orang sarjana yang terdiri atas : 39 orang lulusan jurusan Farmasi; 2 orang lulusan jurusan Biologi; dan 1 orang dari jurusan Matematia/Statistika. Rektor UKIT Pdt.DR.R.A.D. Siwu dalam acara pelepasan wisudawan UKIT 2013 di Manado Convention Centre (MCC) Manado (6/4), mengatakan bahwa dalam menghadapi pasar kerja yang semakin kompetitif, maka para lulusan diharapkan dapat mengembangkan ilmu dan keahlian yang diperoleh selama duduk dibangku kuliah agar dapat memberi nilai tambah sebagai seorang Sarjana (S1). Disamping itu para lulusan dapat menunjukkan pribadi-pribadi yang mampu berpikir positif sehingga akan memberi dampak positif juga bagi orang lain. Demikian juga para lulusan hendaknya memiliki integritas yang tinggi agar mampu bersaing dalam dunia kerja, hal ini juga yang ditegaskan oleh Dekan FMIPA UKIT (YPTK) Sonny D. Untu,SSi,MSi. Selamat bagi wisudawan FMIPA UKIT....,'small is beautiful'...!!!
Minggu, 17 Februari 2013
Banjir-Longsor dan Hujan Berkat
Sebuah Refleksi Ekoteologis....
Namun, pagi hari ketika selimut malam terlepas, dan para penganut agama Kristen bersiap-siap ke Gereja, kabar bencana banjir dan longsor mulai tersiar dari BBM ke BBM, dari SMS ke SMS... Hampir di setiap sudut Kota Manado tergenang banjir. Jalur jalan Tomohon-Manado putus karena longsor. Di Kota Tondano, rumah-rumah penduduk di outlet Danau Tondano berikut persawahannya terendam air. Lebih dari itu harta dan nyawa pun melayang akibat banjir dan longsor. Walhasil, ungkapan "hujan berkat" tak lagi meluncur. Walaupun sebenarnya hujan itu tetaplah berkat bagi manusia. Lho???
Yah, hujan adalah peristiwa alami dari siklus air (siklus hidrologi) yang terjadi di alam raya ini. Bayangkan jika bumi tak terbasahi oleh air hujan. Dimana padi di sawah berharap "minum"nya. Bayangkan jika tiada hujan pasti kita berhadapan dengan kekeringan. Jadi, hujan tidak bisa menjadi alamat tuduhan malapetaka ini.
Lalu, jika hujan tak bisa kita "kambing hitamkan"... kepada siapa lagi gugatan ini akan dialamatkan ?
Hujan dan panas adalah dua peristiwa yang silih berganti. Adalah juga dua peristiwa yang proses saling bergantinya kita kehendaki. disuatu saat kita butuh hujan, di saat yang lain kita butuh panas. Ritme alam yang pergantiannya sangat teratur di masa lalu. Namun di zaman ini, ritme dan frekuensi serta volumenya tidak menentu.
Jika diantara keduanya datang berlebih, maka kita kan menikmati masalah. Tapi, bukan hujan atau panas (yang berlebih), yang harus disalahkan. Jikapun datangnya berlebih, itu karena ulah manusia !
Hujan, secara alami ketika jatuh, sejatinya, ditampung oleh daerah-daerah resapan air yang biasanya diperankan oleh hutan-hutan. Kehadiran hutan pun menghambat pengikisan tanah (erosi) dan mencegah berubahnya struktur ikatan tanah yang dapat berakibat longsor.
Jadi, sadarlah kita betapa besar fungsi hutan bagi keseimbangan hidup ekosistem atau sistem alamiah. Hutan sebagaimana juga hujan adalah BERKAT. Namun, hutan kita kini semakin lenyap. Deforestasi terjadi dimana-mana. Hutan alam kini berubah menjadi lahan pertanian, atau ditransfer menjadi hutan beton alias perumahan. Jadinya, daerah tangkapan air (catchman area) menjadi berkurang dan tak mampu lagi menampung air hujan, apalagi dalam jumlah yang besar. Maka terjadilah banjir dan tanah longsor dimana-mana.
Kalau demikian maka, "hutan berkat" yang harusnya mengatur "hujan berkat" akan menjadi masalah bagi kita, ketika kita tak mampu menjaganya.... dibutuhkan kearifan ekologis.
Lalu, jika sudah begini, apa yang bisa dilakukan ?
Butuh bertahun-tahun untuk melakukan restorasi ekosistem hutan namun itu tetap menjadi pilihan jangka panjang, paling tidak untuk anak cucu kita. Meskipun sebagian dari mereka telah menjadi korban kekinian. Yang paling dekat adalah melakukan tindakan-tindakan antisipatif, jangan-jangan bencana itu datang lagi. Paling tidak meminimalisir segala potensi masalah. Daerah rawan longsor ataupun rawan banjir seperti di daerah pinggiran sungai, yang tidak layak huni dan beresiko harus dideteksi secara utuh. Tentu saja dengan persiapan relokasi pemukiman yang lebih aman. Meskipun sulit dan mahal namun ini adalah salah satu alternatif.
Hari ini kita berduka dan turut merasakan apa yang dialami oleh saudara - saudara kita. Namun kita tentu saja tak ingin ada korban lagi di hari mendatang. Hari ini kita pasti berdoa untuk pemulihan alam, kita pun pasti akan berdiakonia untuk para korban. Tapi kita pun harus melakukan sesuatu agar kita tidak mejadi kambing hitam di waktu yang akan datang.....Karena kita tak bisa "mengkambinghitamkan" hujan yang tetap adalah berkat, apalahi hutan yang juga adalah berkat. Kekuasaan kitalah terhadap alam yang layak dikambinghitamkan, yah dosa kita terhadap lingkungan.... dosa kita yang tak mampu menjaga keseimbangan berkat Tuhan.
Pray for Sulut, Do Something for Sulut.... (Tondano, 17 Februari 2013)
Hujan mengguyur bumi Nyiur melambai sejak Sabtu (16/2) tiada henti, meski malam telah menyelimuti dusun-dusun kecil. Seperti biasa, orang Manado masih bisa bertutur penuh iman, " ini hujan berkat kwa...". Sebuah ungkapan yang spontan meluncur jika orang Manado yang mayoritas Kristen itu merespon jatuhnya rintik-rintik air hujan di buminya.
Namun, pagi hari ketika selimut malam terlepas, dan para penganut agama Kristen bersiap-siap ke Gereja, kabar bencana banjir dan longsor mulai tersiar dari BBM ke BBM, dari SMS ke SMS... Hampir di setiap sudut Kota Manado tergenang banjir. Jalur jalan Tomohon-Manado putus karena longsor. Di Kota Tondano, rumah-rumah penduduk di outlet Danau Tondano berikut persawahannya terendam air. Lebih dari itu harta dan nyawa pun melayang akibat banjir dan longsor. Walhasil, ungkapan "hujan berkat" tak lagi meluncur. Walaupun sebenarnya hujan itu tetaplah berkat bagi manusia. Lho???
Yah, hujan adalah peristiwa alami dari siklus air (siklus hidrologi) yang terjadi di alam raya ini. Bayangkan jika bumi tak terbasahi oleh air hujan. Dimana padi di sawah berharap "minum"nya. Bayangkan jika tiada hujan pasti kita berhadapan dengan kekeringan. Jadi, hujan tidak bisa menjadi alamat tuduhan malapetaka ini.
Lalu, jika hujan tak bisa kita "kambing hitamkan"... kepada siapa lagi gugatan ini akan dialamatkan ?
Hujan dan panas adalah dua peristiwa yang silih berganti. Adalah juga dua peristiwa yang proses saling bergantinya kita kehendaki. disuatu saat kita butuh hujan, di saat yang lain kita butuh panas. Ritme alam yang pergantiannya sangat teratur di masa lalu. Namun di zaman ini, ritme dan frekuensi serta volumenya tidak menentu.
Jika diantara keduanya datang berlebih, maka kita kan menikmati masalah. Tapi, bukan hujan atau panas (yang berlebih), yang harus disalahkan. Jikapun datangnya berlebih, itu karena ulah manusia !
Hujan, secara alami ketika jatuh, sejatinya, ditampung oleh daerah-daerah resapan air yang biasanya diperankan oleh hutan-hutan. Kehadiran hutan pun menghambat pengikisan tanah (erosi) dan mencegah berubahnya struktur ikatan tanah yang dapat berakibat longsor.
Jadi, sadarlah kita betapa besar fungsi hutan bagi keseimbangan hidup ekosistem atau sistem alamiah. Hutan sebagaimana juga hujan adalah BERKAT. Namun, hutan kita kini semakin lenyap. Deforestasi terjadi dimana-mana. Hutan alam kini berubah menjadi lahan pertanian, atau ditransfer menjadi hutan beton alias perumahan. Jadinya, daerah tangkapan air (catchman area) menjadi berkurang dan tak mampu lagi menampung air hujan, apalagi dalam jumlah yang besar. Maka terjadilah banjir dan tanah longsor dimana-mana.
Kalau demikian maka, "hutan berkat" yang harusnya mengatur "hujan berkat" akan menjadi masalah bagi kita, ketika kita tak mampu menjaganya.... dibutuhkan kearifan ekologis.
Lalu, jika sudah begini, apa yang bisa dilakukan ?
Butuh bertahun-tahun untuk melakukan restorasi ekosistem hutan namun itu tetap menjadi pilihan jangka panjang, paling tidak untuk anak cucu kita. Meskipun sebagian dari mereka telah menjadi korban kekinian. Yang paling dekat adalah melakukan tindakan-tindakan antisipatif, jangan-jangan bencana itu datang lagi. Paling tidak meminimalisir segala potensi masalah. Daerah rawan longsor ataupun rawan banjir seperti di daerah pinggiran sungai, yang tidak layak huni dan beresiko harus dideteksi secara utuh. Tentu saja dengan persiapan relokasi pemukiman yang lebih aman. Meskipun sulit dan mahal namun ini adalah salah satu alternatif.
Hari ini kita berduka dan turut merasakan apa yang dialami oleh saudara - saudara kita. Namun kita tentu saja tak ingin ada korban lagi di hari mendatang. Hari ini kita pasti berdoa untuk pemulihan alam, kita pun pasti akan berdiakonia untuk para korban. Tapi kita pun harus melakukan sesuatu agar kita tidak mejadi kambing hitam di waktu yang akan datang.....Karena kita tak bisa "mengkambinghitamkan" hujan yang tetap adalah berkat, apalahi hutan yang juga adalah berkat. Kekuasaan kitalah terhadap alam yang layak dikambinghitamkan, yah dosa kita terhadap lingkungan.... dosa kita yang tak mampu menjaga keseimbangan berkat Tuhan.
Pray for Sulut, Do Something for Sulut.... (Tondano, 17 Februari 2013)
Kamis, 14 Februari 2013
Peran Pemkab dan DPRD dalam Pelestarian Danau Tondano
(Angg FPG DPRD Kab Minahasa 2009-2014; Ketua Badan Legislasi DPRD
Kab Minahasa)
§ Introduksi
Danau Tondano disadari merupakan
bagian vital kehidupan dan penghidupan masyarakat, bukan saja di Kabupaten
Minahasa tetapi di Sulawesi Utara pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh
mulitifungsi Danau Tondano yang memegang peran vital dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Fungsi-fungsi tersebut meliputi: sebagai sumber mata pencaharian masyarakat yang berprofesi sebagai
nelayan, pengairan bagi pertanian, objek wisata, tempat cuci-mandi, tempat
berolahraga, sumber gizi masyarakat, sumber energi listrik melalui PLTA juga
sebagai sumber air minum bagi sebagian masyarakat di Kota Manado melalui
pengolah PDAM / PT Air Manado. Bagi kalangan ilmuwan, Danau Tondano
merupakan objek penelitian.
Dengan fungsi-fungsi yang vital
tersebut, maka adalah wajar jika banyak pihak memberikan reaksi ketika
menyaksikan Danau Tondano mengalami berbagai masalah lingkungan. Dimaklumi
bahwa sebagai warga masyarakat, pasti tidak menghendaki Danau Sumber kehidupan
dan berkat akan kehilangan fungsinya.
Masalah – masalah yang dihadapi
Danau Tondano, sebenarnya membutuhkan perhatian dari banyak pihak yang memangku
kepentingan, namun pada kesempatan ini akan coba dibahas sejauh mana peran
pemerintah selaku pihak eksekutif dan DPRD Kabupaten Minahasa selaku pihak
legislatif.
PEMUDA GEREJA DAN LINGKUNGAN HIDUP
(materi PKPG Pemuda GMIM , Tondano 2012)
Oleh:
Meidy Y. Tinangon, M.Si.
========================
Introduksi:
“menggeser paradigma, merajut aksi”
A
|
da sebuah kisah tentang Kapal Titanic.
Kapal yang besar dan megah di masanya. Kapal yang dianggap paling besar, paling
kuat, paling megah, paling hebat ! Tak seorangpun meragukan kemampuan dari
kapal tersebut. Tak ada yang berpikiran bahwa kapal yang hebat tersebut suatu
saat akan tenggelam. Tak ada yang memusingkan diri dengan hal tersebut. Dalam perjalanan tersebut, orang – orang
sibuk dengan kesenangan bahkan pesta. Namun apa yang terjadi ? Suatu saat kapal
mengalami masalah akibat bongkahan es di laut, kapal sudah mulai tenggelam
perlahan namun orang masih sibuk dengan urusan kesenangan masing-masing. Hingga
akhirnya kapal pun tenggelam dengan korban jiwa yang besar.
Dalam hubungan
dengan topik bahasan kita, pandangan orang-orang terhadap kapal Titanic ini
sama dengan cara pandang kita terhadap bumi atau lingkungan hidup kita.
Manusia telah
sekian lama menganggap bumi ini sedemikian tangguh dengan segala proses
alamnya. Kita merasa bumi ini demikian besar dan begitu jauh dari kesan
kerapuhan. Kita merasa bumi sangat mampu menampung sejumlah besar manusia dan
kita menganggap bumi kita demikian hebatnya, dan karenanya tak akan mungkin
“tenggelam” seperti keyakinan para petinggi dan orang-orang pintar dalam kisah
kapal Titanic di atas.
Padahal paradigma
tersebut merupakan paradigma yang kurang tepat. Bumi kita memang besar dan
luas, namun dia punya keterbatasan. Bumi kita punya “limit” yang mampu
didukungnya. Limit tersebut kemudian dikenal sebagai batas toleransi dan kemampuan lingkungan mendukung segala perubahan
dalam lingkungannya dikenal dengan daya
dukung lingkungan (carrying capacity). Melampaui limit tersebut, bumi (lingkungan
hidup) kita akan terganggu keseimbangannya (homeostatis).
Karenanya, bumi
kita membutuhkan sebuah tindakan pemilharaan.
Namun sebuah tindakan itu membutuhkan perubahan paradigma. Sikap dan
tindakan kita terhadap lingkungan hidup akan sangat tergantung pada paradigma
yang terbangun dalam pikiran kita. Semoga perubahan paradigma itu akan terwujud
atau makin mewujud disini untuk sebuah rajutan aksi penyelamatan bumi... Sebuah
peran pelayanan bagi keutuhan ciptaan (integrity
of creation).
Kamis, 07 Februari 2013
Program Studi Biologi Kembali Hasilkan Sarjana (SSi.)
Akhir tahun 2012 Program Studi Biologi (Biologi Lingkungan) MIPA UKI Tomohon (YPTK) kembali menelorkan 2 orang lulusan/sarjana (S1) sebagai implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Ketika menyandang gelar kesarjanaan (SSi.) / Sarjana Biologi Lingkungan, diharapkan nantinya mampu bersaing dalam dunia kerja yang saat ini semakin kompetitif. Bagi yang sudah bekerja, diharapkan dapat menggunakan 'skill' (sebagi seorang Sarjana Biologi) untuk meningkatkan kinerja & kreativitas agar lebih bermutu dan lebih berdayaguna. Good Luck....!!!
Rabu, 06 Februari 2013
Visitasi Jurusan Farmasi MIPA UKIT YPTK
Fakultas MIPA UKI Tomohon YPTK Program Studi Farmasi telah divisitasi oleh BAN PT (Asesor : Prof.DR.Karsono,Apt & DR.Sumantri,MSc.Apt) pada tanggal 9 s/d 11 Desember 2012. Hal tersebut dibuktikan dengan Surat Pernyataan Mengenai Pelaksanaan Asesmen Lapangan, yang ditandatangani oleh pihak Asesor dan oleh pihak MIPA UKIT yakni oleh S.D.Untu,SSi,MSi (selaku dekan/pimpinan unit pengelola program studi) dan Novel S.Kojong,SSi,MSi,Apt. (selaku Ketua Program Studi farmasi). Untuk 2 program studi lainnya yakni Program Studi Biologi (Biologi Lingkungan) dan Program Studi Matematika (Statistika), sementara menunggu jadwal kunjungan visitasi.
Langganan:
Postingan (Atom)