“Pendangkalan, Eutrofikasi
dan Eceng Gondok”
Oleh: Meidy Tinangon
- · Trend penurunan kedalaman / pendangkalan danau Tondano
Dari berbagai sumber Daerah Aliran Sungai (DAS) Danau Tondano memiliki manfaat besar pada upaya pemenuhan kebutuhan manusia, seperti sumber air bersih melalui PDAM ke Kota Manado sebanyak 25.296 pelanggan. Kemudian sumber distribusi listrik PLTA Tonsea Lama sekitar 14,4 Megawatt (MW), PLTA Tanggari Satu 18 MW, PLTA Tanggari II 19 MW, PLTA Sawangan 16 MW. Di sektor perikanan ada produksi ikan sekitar 534 ton. Bahkan bisa menyuplai air ke 3.000 hektar sawah padi diseputaran danau tersebut serta bisa dimanfaatkan pada sektor wisata.
Namun demikian fungsi yang
dwemikian besar tersebut, saat ini menjadi terancam akibat berbagai masalah
yang dialami danau Tondano. Salah satu persoalan yng mengemuka saat ini adalah
pendangkalan danau Tondano. Dari berbagai sumber, penurunan kedalaman danau Tondano dapat
dilihat di bawah ini.
Tahun
|
Kedalaman
Maksimal
|
Analisis
penurunan
|
1934
|
40 m
|
·
Tahun 1934-1974:
Selama
40 tahun , penurunan sebesar 12 m.
Berarti rata-rata penurunan per tahun adalah = 12 m / 40 thn = 0,3 m (30
cm); atau penurunan setiap 10 tahun =
12/4 = 3 m.
·
Tahun 1974-1983
Selama
9 tahun, penurunan sebesar 1 m. Rata-rata penurunan per tahun= 0,11 m (11 cm)
·
Tahun 1983-1987
Dalam
kurun waktu 4 tahun terjadi penurunan
7 m atau penurunan per thn = 1,75 m
(175 cm)
·
Tahun 1987-1992
Dalam
kurun waktu 5 tahun, terjadi penurunan 4 m. Penurunan per tahun = 0,8 m
(80cm)
·
Tahun 1992-1996
Dalam
4 tahun, penurunan hanya 1 m. Per
tahun = 0,25 m/thn (25 cm)
|
1974
|
28m
|
|
1983
|
27 m
|
|
1987
|
20 m
|
|
1992
|
16 m
|
|
1996
|
15 m
|
Perubahan Kedalaman Danau Tondano |
Jika dihitung dari data awal yang ada yaitu tahun
1934(40m) hingga data terakhir tahun
1996 (15m), maka penurunan selama 52 tahun sebesar 25 m, atau rata-rata
penurunan per tahun adalah 25 m/ 52 thn = 0,48
m atau 48 cm.
Yang perlu diperhatikan
adalah pada tahun 1996, kehadiran gulma air Eceng Gondok (Eichornia crassipes) belum seperti sekarang ini. Artinya capaian
kedalaman 15 m waktu itu belum terlalu dipengaruhi oleh pertumbuhan eceng
gondok. Nah, jika kedalaman saat ini setelah 15 tahun dari 1996 telah banyak
dipengaruhi oleh eceng gondok, bisa saja penurunan kedalaman per tahun bukan
hanya 48 cm tetapi lebih dari itu.
Jika pun faktor eceng
gondok kita abaikan, dengan mengambil perhitungan penurunan kedalaman 48 cm / tahun maka penurunan kedalaman danau
tahun 2011 (15 tahun setelah 1996) dapat diprediksi menjadi 15 thn x 48 cm = 720 cm atau 7,20 m. Ini berarti kedalaman danau diprediksi telah berkurang 7,2
m dan tertinggal berkisar pada angka 7,8
m ! berapa lama lagi waktu yang diperlukan untuk menghapus danau Tondano
yang dalamnya tinggal 7,8 m itu dari peta ? (meskipun perlu data empirik
terakhir, ini hanya perhitungan kasar saja).
Jika penurunannya tetap
0,48 m per tahun, maka waktu yang dibutuhkan tinggal 16 ¼ tahun dari sekarang. Berarti prediksi
matematis ini, memprediksi bahwa pada tahun
2027 kedalaman danau tinggal 0 m
dan danau tondano bukan lagi danau, tetapi berubah wujud menjadi rawa bahkan
daratan. Ini mungkin saja terjadi jika kita hanya tinggal diam. Simpelnya,
cobalah biarkan eceng gondok tumbuh subur tak diangkat, pasti dalam 1 – 2 tahun
seluruh danau telah ditumbuhi eceng gondok yang lama-lama akan semakin menjadi
penyebab pendangkalan dan penjebak lumpur....
Dampak Pendangkalan
Dampak pendangkalan danau,
telah dan sedang dirasakan oleh masyarakat saat ini. Banjir yang dialami oleh masyarakat di
beberapa desa pinggiran danau maupun sungai Tondano adalah salah satu contoh
aktual dari terjadinya pendangkalan danau. Meskipun pendangkalan danau bukanlah
satu-satunya faktor penyebab banjir, namun berkurangnya kapasitas tampung wadah
danau atau sungai akibat pendangkalan yang pasti menyebabkan peluapan air
ketika jumlah input / masukan air lebih besar dibanding kapasitas tampung dan
kemampuan pembuangan, yang diperparah oleh penahanan air di pintu air PLN
tonsealama.
Dalam jangka panjang
pendangkalan sebagai bagian dari proses suksesi
danau akan merubah fisiografi dan karakteristik habitat dari ekosistem danau
menjadi rawa berlumpur dan kemudian daratan.
Penyebab Pendangkalan
Ada beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya pendangkalan yang
pada prinsipnya merupakan peristiwa sedimentasi atau pengendapan partikel padat
seperti lumpur di dasar danau dansungai.
Faktor penyebab tersebut adalah:
1.
Erosi tanah
permukaan . Tanah di pegunungan / daratan sekitar danau terkikis disaat hujan.
Tingkat erosi semakin besar karena daerah penyangga seperti hutan semakin
kritis. Data tahun 2001, keadaan hutan di DAS Tondano tinggal 8,75 % .
2.
Sedimentasi
organik seperti oleh tumbuhan air Arakan
(Hydrilla verticilata) dan Eceng Gondok (Eichornia crassipes). Tumbuhan air ini jika mati akan menumpuk dan
mengendap di dasar danau. Apalagi proses pengendalian secara fisik dilakukan
kurang sempurna dimana eceng gondok yang di angkat hanya dibiarkan di tepi
danau. Akibatnya terjadi percepatan pembentukan rawa dan daratan di beberapa
tempat di tepi danau. Hal ini bukan saja menyebabkan pendangkalan tetapi
sekalian menyebabkan penyempitan danau.
3.
Pembuangan
sampah. DanauTondano masih menjadi tempat yang empuk untuk tempat pembuangan
sampah baik secara langsung ke badan air danau atau melalui sungai yang
bermuara di danau Tondano.
Faktor mana yang lebih
besar mempengaruhi proses sedimentasi, butuh kajian lebih lanjut. Namun
demikian, eceng gondok punya potensi yang tak bisa terhalang oleh waktu dan
kondisi musim. Baik musim hujan maupun panas, tumbuhan ini tetap tumbuh subur
di danau yang semakin subur lewat proses penyuburan danau (eutrofikasi). Jadi baik di musim panas maupun hujan tumbuhan ini berpotensi mempercepat
laju pendangkalan danau. Sementara erosi tanah, lebih kentara di musim hujan.
- Eceng Gondok, Eutrofikasi, Pendangkalan dan Penyempitan Danau
Sejak kapan
tumbuhan air (aquatic plants) eceng
gondok menempati habitat barunya yaitu danau Tondano ? Dari penelusuran data
yang ada, Eceng Gondok (Eichornia
crassipes) belum ditemukan oleh peneliti sampai tahun 1995. Data perubahan
komposisi tumbuhan air dari beberapa peneliti menunjukan adanya perubahan komposisi jenis tumbuhan air
di danau Tondano.
1.
Data dari Rondo (1977), dan Soerjani dkk, (1979) menyatakan komposisi tumbuhan
air sebagai berikut: Pistia stratiotes, Spirodela polyrhiza, Azolla piñata,
Lemna minor, Ceratophylum demersum, Hydrilla verticillata, Najas indica, dan Potamogeton
malaianus.
2.
Sementara hasil penelitian Tamanampo dkk (1995)
melaporkan komposisi spesies yang hanya terdiri dari 6 spesies yaitu: P.
malaianus, H. verticillata, C. demersum, dan N. indica, P. stratiotes, Ludwigia
adscendens.
3.
Penelitian Tinangon, (1999) selain ke enam jenis di atas,
ditemukan juga polygonum sp., Ipomea aquatica, Eichornia crassipes, dan Paspalum sp.
Data terakhir di atas, menjadi
catatan karena selain masuknya eceng gondok dalam daftar spesies tumbuhan air
di danau Tondano, eceng gondok langsung menempati urutan pertama dalam hal
kerapatan / biomassa sehingga menjadi tumbuhan air yang dominan sejak saat itu
atau di kisaran tahun 1996 ke atas.
Eceng gondok termasuk tanaman
yang “rakus” sehingga sangat senang tumbuh di daerah yang banyak makanannya (nutrien) berupa unsur-unsur hara
terutama Nitrogen (N) dalam bentuk nitrat (NO3), amoniak (NH3)
dan Fosfor (P) dalam bentuk fosfat/orthofosfat (PO4). Semakin banyak
senyawa-senyawa tersebut, maka semakin subur suatu danau. Ini berarti tingkat
eutrofikasi semakin tinggi.
Sumber pencemaran utama
dari unsur hara adalah
bagian permukaan dan bagian bawah permukaan (subsurface)
aliran air dari daerah pertanian dan perkotaan, aliran limbah ternak, seperti
halnya buangan limbah cair industri
dan rumah tangga termasuk aliran kotoran. Limbah-limbah ini terdiri dari bermacam-macam zat
yang mengandung nitrogen dan fosfor. Sebagai contoh, nitrogen terdapat dalam
bentuk nitrogen organik, amoniak, nitrit, nitrat yang diturunkan dari protein,
asam nukleat, urea dan zat-zat lainnya. Senyawa fosfor dihasilkan dari
degradasi senyawa seperti asam nukleat dan fosfolipid serta dalam bentuk fosfat
anorganik. Fosfor juga dapat berasal dari pembentuk fosfat di dalam detergen.
Ini dapat siap dihidrolisis untuk menghasilkan ortofosfat yang siap diasimilasi
oleh tumbuh-tumbuhan. Sumber utama nitrogen dan fosfor dalam daerah perairan
dihasilkan dari produksi makanan atau limbah dalam bentuk aliran air kotor. Di danau Tondano, sumber-sumber nutrien
tersebut adalah: erosi permukaan tanah, sisa-sisa pupuk dan deterjen, sisa
pakan ikan, limbah ikan serta penguraian tumbuhan dan hewan air yang mati.
Data terakhir yang sempat dihimpun mengenai
konsentrasi nitrat dan fosfat adalah hasil survey M. Tinangon akhir tahun 2009
yang mendapati hasil sebagai berikut, dimana nilai tersebut menunjukan bahwa danau Tondano telah masuk
dalam kelompok DANAU EUTROFIK atau Danau yang tingkat kesuburannya sangat
tinggi dengan demikian telah terjadi pencemaran nutrien di Danau Tondano:
Range
/ kisaran konsentrasi nitrat dan fosfat untuk masing-masing stasiun penelitian
(Tinangon, 2009)
Stasiun
|
Range / Kisaran Konsentrasi
|
|
Nitrat
(mg/L)
|
Fosfat
(mg/L)
|
|
I (Eris)
|
0,75 – 1,08
|
0,015 –
0,290
|
II (Kakas)
|
1,36 - 3,96
|
0,050 –
0,570
|
III (Remboken)
|
2,08 – 2,97
|
0,225 -
0,360
|
IV (Toulour)
|
2,51 – 5,25
|
0,410 –
1,017
|
Danau yang
demikian subur ini telah mendukung kehidupan flora akuatik berbentuk fitoplankton (tumbuhan air hijau bersifat
mikro dan melayang di perairan danau). Survey Tinangon (2009) , kelimpahan
fitoplankton mencapai 3646 sel/Liter. Jadi dalam 1 liter air danau terdapat
3646 sel fitoplankton ! Fitoplankton adalah juga pengguna nitrat dan fosfat,
selain itu jika mati akan meberikan kontribusi kembali pada penyuburan danau
disaat tumbuhan ini terdekomposisi. Seperti halnya juga eceng gondok.
Potensi sumber pencemar
nutrien di danau Tondano, menurut Tinangon (2009) “Analisis Nitrat dan Fosfat serta Struktur Komunitas Fitoplankton
sebagai indikator eutrofikasi pada ekosistem danau Tondano”, adalah:
Karakteristik
bagian danau
|
Sumber-sumber
Nutrien (N dan P)
|
Daerah budidaya ikan
|
·
Sisa pakan ikan ; Limbah ikan
budidaya
·
Limbah rumah tangga
·
Erosi permukaan daratan; Penguraian
tumbuhan dan fitoplankton yang mati
|
Daerah pertanian
|
·
Sisa pupuk
·
Aliran sedimen dari sungai
·
Kotoran ternak itik
·
Penguraian sisa tanaman dan
fitoplankton
|
Daerah pariwisata dan pemukiman
|
·
Limbah dari objek wisata
·
Limbah rumah tangga termasuk
detergen
·
Limbah ternak dan pertanian dari
daratan yang masuk melalui sungai
·
Penguraian sisa tanaman dan
fitoplankton
·
Sisa pakan ternak
|
Daerah Outlet (aliran keluar air)
|
·
Dekomposisi tumbuhan air yang
melimpah
·
Daerah pertanian sekitar (pupuk)
·
Aliran bahan organik dari perairan
sekitar
·
Penguraian fitoplankton
|
Kehadiran eceng
gondok berperan juga dalam pendangkalan
danau, karena jika tumbuhan ini mati
maka dia akan menumpuk cukup lama di dasar danau sebelum akhirnya hancur
dan terurai. Disamping itu, tumbuhan ini juga menjadi semacam “perangkap
lumpur”. Kehebatan eceng gondok, apalagi dengan sistem pengendalian yang kurang
baik karena hanya dibiarkan di tepi danau, akan sangat berpotensi membentuk
rawa dan daratan baru di tepi danau sehingga menyebabkan penyempitan danau.
Penguapan oleh eceng gondok disaat musim panas juga menjadi masalah karena
diduga cukup signifikan mengurangi volume air di musim panas.
- CONTROL BY USE: Alternatif Solusi Untuk Eceng Gondok
Salah satu solusi
alternatif bagi pengendalian eceng gondok adalah pengendalian dengan
pemanfaatan (Control by Use / CBU). Maksudnya, eceng gondok dikendalikan
populasinya dengan cara diangkat dari permukaan air secara masif dan rutin,
kemudian di bawa ke tempat penampungan untuk diolah menjadi bahan kerajinan,
biogas, pupuk bahkan pakan ternak. Jadi, disamping dikendalikan populasinya,
masyarakat dan pemerintah mendapatkan nilai tambah, sehingga masalah bisa
dirubah menjadi peluang secara cerdas.
Penanganan selama ini,
hanya menghilangkan eceng gondok secara sementara saja dan memberikan dampak
yang kurang baik. Eceng gondok yang dibiarkan di tepi danau, bisa kembali
bertumbuh secara vegetatif dengan stolonnya. Disamping itu menyebabkan
pendangkalan dan pembentukan daratan di tepi danau. Pengangkatan juga
sebagiknya dilakukan disaat sebelum tumbuhan ini berbunga untuk mencegah
penyebaran benih / spora eceng gondok yang bisa mencapai ribuan bakal tanaman
pada setiap indibidu yang telah berbunga.
(penulis, Pengajar Ekologi FMIPA UKIT, Ketua Gerakan Minahasa Muda)