Meidy Y.
Tinangon
Orang Minahasa dimanapun berada, yang sempat melihat langsung Danau Tondano, pasti prihatin dengan kondisi danau kebanggaannya tersebut. Secara kasat mata, danau yang menjadi salah satu ”primadona pariwisata kawanua” saat ini dipenuhi oleh salah satu spesies tumbuhan air yang dikenal sangat cepat pertumbuhannya yaitu Eceng Gondok yang dalam bahasa ilmiah (scientific name) dikenal dengan Eichornia crassipes.
Dalam
laporan Tamanampo dkk peneliti dari
Fakultas Perikanan Manado, Tahun 1995 Tumbuhan air yang dalam bahasa Inggris
dikenal dengan Water hyantich ini belum ditemui. Komunitas tumbuhan akuatik
di Danau Tondano kala itu masih didominasi oleh tumbuhan jenis arakan (Hydrilla verticilata) dan
tanaman terbenam-berakar di dasar danau lainnya.
Namun survey penulis tahun 1999
(selang waktu 4 tahun) Eceng Gondok telah eksis dan menjadi spesies dominan
dalam struktur komunitas tumbuhan air di Danau Tondano. Semenjak itu, perhatian
pemerintah maupun masyarakat kawanua
mulai diarahkan ke ekosistem kebanggaan Tou
Minahasa tersebut. Berbagai wacana maupun aksi nyata telah dilakukan semua
komponen terkait dengan target : selamatkan
Danau Tondano, berantas Eceng Gondok !. Tetapi hingga saat ini, torang
masih berkutat dalam wacana dan aksi yang masih cenderung asal tembak,
tidak sistematis dan tanpa sinergi. Hasilnya ?
Sampai saat ini Eceng Gondok masih menguasai Danau Tondano dan berarti
menguasai Tou Minahasa.
Foto Udara Outlet Danau Tondano |
Kalau dengan Eceng Gondok saja
kita kalah bersaing, apalagi dengan kompetisi global yang semakin menggila
sekarang ini ? Mungkinkah tak ada alternatif solusi untuk menanggulangi Eceng
Gondok ?? Ataukah solusi ada namun hanya sampai pada konsep tanpa ada good will untuk action ?? Mungkinkah benar stigma
”untung bibir” ternyata telah terinternalisasi dalam jiwa kita, kawanua ??
Akar Masalah
Jika kita hendak mencari solusi
terhadap suatu persoalan, carilah dahulu substansi atau akar dari persoalan
tersebut. Kita banyak ribut dan ”kebakaran jenggot” dengan Eceng Gondok,
padahal Eceng Gondok hanyalah fenomena yang muncul oleh serangkaian persoalan
yang ternyata disebabkan oleh tindakan kurang bijaksana dari Tou Minahasa
sendiri. Namun karena Eceng Gondok juga menyebabkan masalah baru yang lebih
kentara, maka wajar jika tumbuhan berbunga ungu ini menjadi ”sasaran tembak”. Tetapi, sekali lagi, masih ada lapis masalah yang lebih mendasar yang salah satu
gejalanya adalah booming vegetasi termasuk booming Eceng Gondok.
Karena ledakan (booming) populasi Eceng Gondok hanyalah
gejala dari sebuah akar masalah, maka yang harus ditelusuri adalah kondisi apa yang menyebabkan gulma air
tersebut membludak. Mengangkatnya dari danau memang merupakan salah satu cara
yang dapat menanggulangi kepadatan populasi Eceng Gondok sekaligus dampak
ikutannya seperti gangguan transportasi dan percepatan pendangkalan, namun hal
tersebut hanyalah akan berlaku dalam jangka pendek. Selama faktor penyebab
booming Eceng Gondok tak bisa ditangani, maka pertumbuhan Eceng Gondok tetap akan kita
saksikan.
Lalu, apa penyebab ledakan
populasi tersebut ?
Penyebabnya adalah manusia.
Jangan kaget, jangan ”merah
kuping”. Torang (kita) memang tanpa sadar menjadi trouble
maker dalam problem ini. Ledakan populasi tumbuhan air
merupakan tanda bahwa telah terjadi pencemaran nutrien (makanan) tumbuhan.
Dalam kosakata lingkungan proses pengkayaan nutrien dikenal dengan istilah eutrofikasi.
Danau yang sebelumnya miskin akan zat hara / nutrien lama kelamaan akan
menjadi lebih kaya kandungan nutriennya. Proses ini sebenarnya merupakan proses
alamiah yang wajar, namun menjadi tidak wajar ketika campur tangan manusia
lewat berbagai aktifitasnya semakin mempercepat penambahan bahan nutrien
kedalam danau. Akibatnya adalah kandungan nutrien berlebih merangsang
pertumbuhan berbagai jenis alga dan tumbuhan air termasuk Eceng Gondok.
Apa yang dilakukan oleh manusia sehingga menjadi penyebab dari keterpurukan Danau Tondano ?
Tindakan manusia Minahasa yang
menyebabkan semakin cepatnya proses eutrofikasi dimulai dengan penggundulan
hutan di sekitar DAS Tondano. Gundulnya hutan atau terkonversinya hutan menjadi
daerah pertanian dan pemukiman, menyebabkan peningkatan erosi yang membawa
sedimen-sedimen mengandung nutrien tanaman (nitrogen dan fosfat) masuk ke dalam
danau melalui aliran-aliran sungai.
Aktifitas pertanian yang
menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi bagi pengkayaan nutrien di Danau
Tondano, karena sisa-sisa pupuk (nutrien) juga dialirkan ke danau, terutama di
lahan kebun atau sawah di sekitar danau.
Penggunaan detergen dan pembuangan
sampah organik ke danau juga menyebabkan peningkatan kandungan nutrien danau
ditambah lagi dengan sisa-sisa pembusukan tanaman air yang mati (apalagi disaat
jumlah Eceng Gondok semakin banyak).
Aktivitas
masyarakat lainnya adalah peternakan di sekitar danau dan budidaya ikan mujair
dan ikan mas dalam jaring tancap yang memberikan kontribusi nutrien melalui
kotoran hewan dan sisa limbah pakan ikan.
Jadi, jelas bagi kita bahwa
semua ini adalah karena kita gagal melakukan langkah-langkah ”pencegahan” dan
akhirnya kita harus ”mengobati”. Bukankah mencegah lebih baik daripada
mengobati ?
Alternatif
Solusi
Karena
masalah yang dihadapi Danau Tondano tergolong masalah kompleks dan komplikatif,
maka pengobatannya pun perlu menggunakan ramuan khusus. Kita ditantang untuk
mengendalikan populasi Eceng Gondok dalam jangka pendek sebelum dia semakin
ganas dan menggila. tetapi juga untuk
jangka panjang kita ditantang untuk mengurangi penambahan unsur hara ke danau
supaya tidak terjadi pencemaran nutrien
di danau.
Tindakan
(bukan bicara) yang dibutuhkan saat ini perlu dilakukan sistematis dan simultan
meliputi:
-
Pengangkatan Eceng Gondok secara besar-besaran dengan
memanfaatkannya (Daun untuk pakan ternak, batang untuk kerajinan, akar dan sisa
tanaman yang membusuk untuk kompos dan biogas).
-
Hijaukan kembali daerah tangkapan air (catchman area) DAS Tondano
-
Pengolahan air limbah pertanian sebelum masuk ke danau
(dapat menggunakan eceng gondok).
-
Pembatasan budidaya ikan dalam jaring tancap.
-
Stop membuang sampah ke danau
-
Kurangi penggunaan detergen
Secara operasional, semua ini
membutuhkan dana sehingga ditunggu
komitmen Pemerintah Kabupaten Minahasa dan pemerintah provinsi Sulut. Namun demikian dibutuhkan juga peran setiap stakeholder termasuk masyarakat. jadi menjadi tanggung jawab kita juga untuk
memberi kontribusi dalam “mengobati” Danau Tondano (MYT, 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar